Sebuah hari cerah dan sarat akan
semangat yang sangat besar muncul di antara para siswa-siswi di sebuah sekolah
unggulan. Berseragam putih abu-abu, berjalan menuju sekolah dan bertemu para
guru. Mereka saling bercanda ria diiringi hembusan angin sepoi yang
mengelilinginya. Itulah masa SMA yang penuh dengan kesenangan yang tiada tara.
Dari beberapa siswa yang bersekolah
disitu, Restika merupakan siswi yang cukup dikagumi oleh para kaum Adam di
sekolah itu. Banyak pemuda yang mengagumi kecantikanny. Namun dia sangatlah
cuek.
Dengan anugerah berupa paras yang sangat
cantik dan menawan, serta sikap yang lemah lembut dan sopan. Tak sulit baginya
untuk membuat banyak pria jatuh hati kepadanya. Setiap ada pria yang melihat
paras wajahnya yang menawan, dia langsung jatuh cinta kepada Restika.
Namun, tiada seorang pun yang bisa
membuat luluh hati Restika. Setiap pria yang mengungkapkan perasaan mereka dan
meminta Restika untuk menjadi kekasihnya, dia selalu menolak. Dia belum
mempunyai keinginan untuk berpacaran terlebih dahulu.
Waktu berjalan cepat tak terhentikan.
Kegiatan belajar mengajar tetap berjalan seperti biasanya. Sampai pada suatu
hari yang tak biasa. Seorang siswa yang asing dan tak dikenal oleh yang lainnya
muncul. Dalam ruangan kelas yang hening berubah suasana.
“Selamat pagi anak-anak…” Sapa Pak Guru
yang datang dengan seseorang yang asing bagi siswa-siswa dikelas.
“Selamat siang Pak Guru…” Jawab siswa
serentak.
“Pak, ada murid baru ya pak?” Tanya
salah satu sisawa
“Weah,,, gantengnya…” sambung Sinta,
Sang Ratu genit di kelas itu.
“Huuuu…!!!” sorak serentak satu kelas
“Sudah…sudah… diam semua. Biarkan Vano
mengenalkan dirinya” kata pak guru melerai
“Ayo Van, Perkenaalkan dirimu…” Pak Guru
mempersilahkan
“Hm.. Perkenalkan nama saya Vano Perkasa
Feyda, saya biasanya dipanggil Vano. Saya pindahan dari SMA 3 Semarang. Disini
saya tinggal di Jalan Cempaka Putih No. 22” Vano memperkenalkan diri dengan
lantang.
“Wah… bagus sekali namanya,
ngomong-ngomong, boleh tau nomer telponnya nggak…???” Tanya Si Ratu genit.
“Huuu… Dasar Genit… Ada cowok ganteng
dikit aja dah digodain” kata Budi dengan nada kasar
“Huuu…!!!” sorakan serentak melanjutkan
perkataan Budi.
“Huuu…bilang aja syirik” sanggah Sinta
“Sudah…sudah… jangan ribut terus…” kata
Pak Guru dengan nada lantang
Seisi kelas kambali tenang dan damai,
hening kian menyergap dan suara tak terdengar sedikitpun kecuali suara burung
berkicau yang saling bercanda di luar sekolah. Lalu Pak Guru mempersilahkan
Vano untuk duduk di kursi disebelah Ali.
Sekian lama setelah Vano bersekolah di
tempat yang baru, dia sudah mulai menyesuaikan diri. Sikapnya yang ramah,
membuat dia mudah mendapatkan banyak teman.
Di suatu ketika hal yang tak terduga
terjadi pada Vano. Sepulang sekolah, bersama temannya, Andi dan Kholis, mereka
berjalan keluar sekolah sambil mengobrol dan menikmati perjalanan mereka.
Saat mereka tiba di gerbang
sekolah, Vano melihat sesosok wanita yang sangat cantik, dengan wajah yang
indah menawan. Seulas senyum dari bibir manisnya membuat jantung Vano berdetak
kencang.
“Hey kenapa dirimu bengong gitu…
kesambet setan apa kau…???” tanya Andi kepada Vano ketika melihat temannya
itu bengong.
“E… e… enggak… enggak apa-apa kok, biasa
aja ” jawab Vano dengan nada tersentak dan keget
“Wah… nggak percaya aku… ngliatin siapa
sih? Dari tadi kok bengong terus. Hayo…” balas Andi dengan
nada-nada menyindir
“Enggak kok… aku nggak ngliatin
siapa-siapa…” bantah Vano
“Udah-udah, kalau nggak mau ngaku ya
jangan dipaksa gitu… hehehe” tambah Kholis
“Yeee… bukannya mbela, malah ikut-ikutan
ngejek” jawab Vano lagi dengan nada sebal, tapi dihatinya masih terasa detakkan
jantung yang sangat kencang
“Hahaha… wah wajahmu kelihatan
nyembunyikan sesuatu ya… hayo…” timpal Kholis
“Eh… udah dulu ya ngobrolnya. Aku baru
inget kalau aku ada janji. Duluan ya” kata Vano kepada kedua temannya itu
sambil bergegas menuju rumahnya.
“Hey… mau kemana kau” sahut Andi pada
Vano
“Wah, aneh benar anak itu hari ini ya…”
kata kholis kepada Andi yang berjalan didekatnya
“Iya, ya. Nggak kayak biasannya lho”
jawab kholis penuh penasaran
“Ha’a…kerasukkan setan apa tuh anak?”
cetus Andi yang coba menerka
“Hus, sama teman sendiri jangan gitu.
Sudahlah, jangan dipikirin, mungkin anak itu sedang banyak masalah saja” jawab
Kholis dengan penuh kebijaksanaan dan kesetiakawanan.
Lalu kedua siswa tersebut menuju arah
rumah mereka masing-masing.
Suasana hening malam yang gelap, dan
langit hitam yang bertaburan bintang-bintang yang menemani sang bulan. Dalam
renungan, seribu kata tanya memenuhi pikiran Vano. Dia tidak tau apa yang dia
rasa, dia juga tak tau siapa gadis cantik jelita yang dia lihat tadi siang. Dia
terus berpikir semalaman, sampai dia tak tidur.
Hari baru muncul dalam hidup dan
semangat masa muda yang membara. Dalam kelas dia tak henti memikirkan hal yang
telah terjadi padanya kemarin. Sampai sahabatnya melihat keganjalan dalam diri
Vano. Kholis heran melihat tingkah laku Vano yang beda dari hari biasanya. Dia
berusaha ingin membantu Vano untuk menyelesaikan masalah yang mungkin sedang
dialami oleh sahabatnya itu. Vano banyak bercerita tentang hal yang dialaminya,
Kholis mengerti apa yang telah Vano pikirkan. Kholis juga berpikir kalau wanita
yang telah mambuat Vano jadi seperti ini tak lain dan tak bukan adalah Restika,
sang putri yang dikagumi banyak pria di sekolah itu.
“Wah, kalau menurutku, mendingan kamu
lupakan saja Restika itu, dia sudah banyak membuat patah hati laki-laki di
sekolah ini.” kata Kholis memberi masukkan kepada Vano tentang masalahnya itu.
“Kok, kamu gitu sih, kenapa kamu bilang
begitu. Nggak ngasih saran malah nyuruh nglupain dia gitu aja.” kata Vano
dengan agak sebal.
“Ya, bukannya aku nyuruh kamu nglupain
gitu aja, tapi aku hanya nggak mau kalau kamu dibuat patah hati oleh gadis
itu.” kata Kholis memberi alas an.
Namun, Vano tidak mudah percaya dengan
apa yang dikatakan oleh Kholis. Karena ia ternyata baru merasakan
jatuh cinta untuk pertama kalinya. Perasaan itu seakan mengakar kuat dalam
palung hatinya. Kata hatinya menuntun Vano untuk mencoba menggapai cinta dari
pujaan hatinya itu.
Setelah sekian lama dalam perenungan
hatinya, Vano memutuskan untuk mengejar cintanya itu. segala cara akan dia
tempuh untuk mendapatkan wanita yang dicintainya itu. Hatinya telah luluh lanta
karena seorang wanita yang tak dikenalinya sebelumnya itu. Sekarang, Vano telah
tau kalau dia adalah Restika.
Selalu teringat dibenak Vano sebuah
pepatah. Jika terjadi sebuah masalah, pastilah ada jalan keluarnya.
Jika kamu punya kemauan dan kerja keras untuk melakukannya, maka kamu akan
memecahkan masalah itu. Kata-kata itu yang selalu manjadi pedoman bagi
Vano dalam menyelesaikan masalah-masalahnya.Lalu dia meminta
nomer milik Restika kepada teman Restika yang kebetulan kenal dengan
Vano dan bertemu di kantin sekolah.Vano minta nomer Restika pada temennya itu.
Akhirnya Vano ngirim sms pada
Restika.Dia begitu lama menunggu balasan dari cewek itu.Setelah sekian lama
akhirnya Restika membalas sms Vano.
“Uhu…
yes…yes…yes…hahaha…”teriak Vano kegirangan saat SMS dari Restika masuk dan
dibacanya.
“Ada apa Van?” tanya ibu Vano yang
sedang masak di dapur karena memdengar teriakan keras dari arah kamar Vano.
“Ooh… tidak apa-apa kok bu…” jawab Vano
sambil menahan kegiranganny
Akhirnya setiap hari, dia berhubungan
dengan Restika lewat pesan elektronik, walaupun Vano harus menunggu lama untuk
satu pesan dari Restika, namun dia tidak menyerah. Dia terus berusaha untuk
mendapatkan perhatian dari Restika. Sampai Vano mulai berani untuk bertemu
langsung dengan Restika, pujaan hatinya itu.
Suatu saat di hari yang cerah walaupun mentari
sudah beranjak keatas bumi, setelah bel sekolah tanda pulang
berbunyi, Vano menunggu di depan kelas Restika berada. Dalam pikirannya, dia
ingin mengajak Restika jalan bareng. Dia ingin mengenal lebih jauh tentang
pujaan hatinya itu.
Setelah tak lama kemudian, para siswa
keluar dari kelas termasuk diantaranya adalah Restika. Langsung setelah Vano
melihat Restika, dia memanggil wanita itu dan kemudian menghampirinya sambil
merasakan detak jantungnya mulai tak normal, semakin cepat. Rangkaian kata per kata
terucap dari mulut Vano dengan tak lancar.
“Hai Restika…”sapa Vano dengan agak
gemetar.
“Hai juga… ini siapa ya?”tanya Restika
penasaran.
“Oh, aku Vano. Yang sering SMS kamu itu
lho… ingat kan?” jawab Vano berusaha untuk mengingatkan Restika dan berusaha
rileks.
“Emmm…ya aku ingat. Vano yang sering SMS
itu toh?” jawab Restika dengan agak ragu-ragu.
“Iya… he’em, itu aku.” Kata Vano yang
hampir kehabisan kata-kata.
“Oh… ngomong-ngomong ada perlu apa ya,
tumben-tumbenan kamu kesini?” kata Restika penasaran.
“E…e..e anu… mau nggak jalan bareng sama
aku?”jawab Vano dengan gugup.
“Emmm… mungkin lain kali aja ya…” Jawab
Restika dengan senyuman manisnya sambil melenggang pergi tanpa Vano dengan rasa
kecewa yang besar dan kesedihan mendalam yang menyergapnya tiba-tiba.
Kemudian Vano pulang dengan kepala
tertunduk lesu dan muka yang masam.Di tempat menuntut ilmu, Vano tetap berusaha
untuk tetap tegar. Kholis yang mengerti keadaan sahabatnya
memberikan semangat dan motivasi kepadanya.
“Hai Van… kenapa lagi kamu? Patah hati
ya? Kan udah aku bilangin supaya nggak deketin Restika lagi.” Kata Kholis
menasihati.
“Ah… aku nggak apa-apa kok. Udah resiko
Lis. Ya… mungkin suatu saat nanti dia sadar dan mau nerima aku.” Kata Vano
dengan wajah mendung
“Kamu benar Lis.... ya, aku akan terus
berusaha dan nggak akan nyerah gitu aja… makasih ya Lis, kamu emang sobatku
yang paling pengertian deh…” Kata Vano dengan semangat.
“Oh… ya pastilah…Kholis…hahaha” jawab
Kholis sambil tertawa terbahak-bahak.
Suatu saat, ketika Vano pergi ke kantin,
dia bertemu dengan Restika. Namun, ketika dia menyapa Restika,Tak saat itu juga
Restika tak kenal dengan Vano, tetapi, setelah beberapa kali
bertemu, dia juga menunjukkan sikap yang sama. Dia berusaha menghindar dengan
keberadaan Vano dan tak menggubris apa yang dilakukan Vano.
Rasa sakit hati yang dirasakan oleh Vano
ternyata tidak pernah merubah dirinya dan juga perasaannya. Rasa cinta dan
sayang yang telah bertahan dalam lubuk hatinya tak bisa dirubah lagi oleh
siapapun dan oleh apapun. Harapnya telah bulat untuk mendapatkan cinta dari
Restika, walaupun Restika selalu menjauhi dirinya.
Setelah sekian lama mengenal sifat dan
perilaku Restika, dia telah sadar kalau cintanya kepada Restika merupaka cinta
sejati. Vano percaya kalau suatu saat nanti Restika aka cinta
kepadanya, dan dia bisa mandapatkan cinta dari Restika. Semua yang telah
dilakukan Restika kepadanya telah diterima dengan lapang dada. Dia telah
memaafkannya.
“Ah… apa ini yang disebut cinta itu???”
kata Vano dalam hati di renungannya sehari-hari tentang perasaannya itu.
Setelah lama dia mencoba untuk teguh
melakukan segala cara untuk mendapatkan perhatian Restika, dia mendapatkan
secerca harapan untuk lebih dekat dengan Restika. Dia sekarang lebih respon
kepada Vano. Dia mulai membuka dirinya untuk Vano.
Suatu hari Restika menelfon Vano disaat
Vano tak menduga-duga sebelumnya kalau Restika akan merespon segala yang telah
dilakukannya itu.
“Halo…Kamu sedang ngapain Van?” kata
Restika di telfon.
“Halo… ini, sedang belajar Bahasa
InVanesia. Ada apa ya, kok tumben-tumbenan nelfon aku?” kata Vano penasaran dan
merasa kegirangan.
“Oh…maaf kalau aku ganggu kamu. Aku Cuma
ingin minta maaf kalau selama ini aku nggak pernah balas SMS dari kamu.
“Oh… iya nggak apa-apa kok.”jawab Vano
“Makasih ya… dah, terusin aja
belajarnya. Da…” kata Restika sambil menutup telepon.
Ternyata rasa sayang dan cinta serta
perhatian yang diberikan oleh Vano, membuat Restika sadar.Sungguh lama
perjuangan yang telah dilakukan Vano dalam mencoba mendapatkan cinta sejatinya.
Terlalu lama sampai saat dia merasa semuanya tak bisa dia lakukan kecuali
berusaha untuk bertahan dalam perasaannya. Untuk tetap setia menunggu pujaan
hatinya yang dia harapkan suatu saat akan menjadi pendamping hidupnya kelak.
Namun, setelah berjuang terlalu lama dan
luka yang sangat terlebih banyak menyelimuti jiwa dan raga Vano, suatu hal yang
tiada terduga terjadi. Restika, sang pujaan hatinya itu pergi meninggalkan dia.
Dia pindah sekolah.
Ternyata orang tua Restika pindah ke
luar negeri dan Restika harus ikut kesana. Dia harus meninggalkan Vano, orang
yang telah lama mencintainya. Walaupun belum ada sepatah kata yang terucap dari
mulut Vano bahwa dia mencintai Restika, namun, Restika tahu perasaan Vano
padanya.
Setelah berpisah, walaupun baru saja dan
mungkin terlalu singkat. Vano merasa hal yang luar biasa. Rasa rindu yang amat
sangat menyergapnya di kehidupannya kini. Tapi, Kholis yang melihat hal itu
mencoba menenangkan Vano.
“Sudahlah, jangan dipikirin terus…,
suatu hari nanti dia juga akan kesini lagi kok.” Kata Dholis kepada sahabatnya
yang sedang merenung itu.
“Kamu benar Lis… mungkin udah takdirku
begini.” Kata Vano lesu.
“udah… jangan lesu gitu Vank… kamu
juga masih punya kehidupan sendiri Van.” Kata Kholis menyemangati Vano.
“Emmm… oke… aku akan nunggu Restika
datang…”kata Vano penuh percaya diri.
“Nah, gitu Van… itu baru sobatku.” Kata
Kholis sambil menepuk pundak Vano.
Akhirnya Vano menjalani kehidupannya
kembali dengan normal, penuh semangat remaja yang masih membara seperti bara
yang sedang terbakar api. Bersama teman-temannya menuntut ilmu di sekolah yang
ia banggakan.
Walau begitu, Vano tetap menyimpan asa
untuk mendapatkan cinta dari Restika. Dia masih menunggu kedatangan pujaan
hatinya yang akan menggetarkan jiwanya kembali setelah hampa saat bidadari
pergi jauh darinya.Terus menunggu. Dan menunggu dalam hari-hari yang penuh
penantian. Mengharapkan sesuatu yang tiada tergantikan. Seorang belahan jiwa
yang pergi jauh. Namun, tetap menunggu dalam harap cintanya.
by: pipit larasati.
0 komentar:
Posting Komentar
Terima Kasih atas Kunjungan