Home » » Puisi Dengan Judul SAHABAT SEJATIKU

Puisi Dengan Judul SAHABAT SEJATIKU

Written By maroudlotusysubban.blogspot.com on Jumat, 27 September 2013 | 12:42 AM




Sahabat Sejatiku


Satu demi satu, motor yang terparkir di garasi samping rumah aku keluarkan ke teras depan. Memang hari masih pagi, teman-teman yang lain masih tertidur dengan pulasnya. Kecuali Rama yang semenjak shubuh tadi pergi untuk mengantar koran, dia memang nyambi kerja sebagai loper koran. Jam di dinding masih menjukkan pukul enam kurang lima belas menit. Tak mengherankan memang, tadi malam kita begadangan sampai adzan shubuh terdengar. Entah mengapa, tiba-tiba kami berkeinginan untuk sekedar berbagi cerita. Sesuatu yang sudah mulai jarang kami lakukan. Terutama ketika berbagai macam praktikum dan laporan sudah mulai menerjang tanpa henti. Memang berbagi cerita menjadi hal yang sering kami lakukan ketika memasuki masa awal-awal masuk SMA.

Kami tinggal berenam di rumah kontrakan ini. Aku dan tiga temanku, Ahmad, Dicky dan Yoyon, memang sudah sahabat lama. Kami berteman semenjak masih duduk di bangku SMP. Sedangkan satu orang yang lain, Irvan, adalah teman SMAku satu angkatan dan satunya lagi, Rama, teman SMA dari Dicky. Rama dan Irvan sebenarnya kami ajak tinggal di kontrakan ini hanya untuk memenuhi kuota dan memperingan biaya iuran kontrakan. Lumayan, kami mengontrak rumah mungil dengan tiga kamar ini empat juta pertahunnya. Kami sudah terhitung satu tahun lewat delapan bulan tinggal di rumah ini.

Pertama kali memang hubungan antara kami berempat dengan Irvan dan Rama kurang begitu dekat. Namun seiring berjalannya waktu, mereka berdua pun akhirnya bisa dekat dengan kami berempat. Semenjak itulah, kami berenam suka berbagi cerita.

            Enam anak SMA itu,hari-harinya dipenuhi dengan canda tawa.Keceriaan itulah lambang persahabatan mereka.Dicky seorang cowok yang menjadi pelopor canda tawa dalam persahabatan itu.Setiap hari Dicky selalu gangguin Yoyon,cowok kuper dengan kacamata yang tidak peernah lepas dari kehidupannya.
            Kami berenam kebetulan sama-sama sekolah di SMK N TUNAS HARAPAN,PATI.Aku dan Irvan kebetulan dijurusan otomotif.Yoyon dan Rama dijurusan Kimia.Selin ganteng,Rama sangat pintar,apalagi dalam bidang kimia.Sedangkan Ahmad mengambil jurusan komputer dan Dicky dibidang animasi.

Tadi malam sebenarnya kejadian tersebut berlangsung mengalir. Berawal dari aku dan Irvan nonton bareng pertandingan sepakbola Liga Inggris antara Chelsea lawan Manchester United. Kebetulan aku penggemar berat Chelsea, sedangkan Irvan penggemar berat Manchester United. Agar suasana nonton jadi lebih seru, kami bertaruh kecil-kecilan. Yang menang dapat jatah dipijat oleh yang kalah. Seusai nonton, kami berdua memasak mie, yang ternyata diikuti oleh yang lainnya, kecuali oleh Rama. Memang selama beberapa hari ini, Rama terlihat murung dan suka menyendiri. Beberapa kali kami secara bergantian bertanya, namun tak satupun jawaban kami dapat.

Acara makan mie bersama akhirnya berlanjut menjadi acara curhat bersama. Mulai dari praktikum yang gagal, guru yang galak, makanan di kantin yang semakin hari semakin mahal, sampai kisah cinta Irvan yang selalu kandas sebelum sempat “proklamasi”.

Selama kami curhat, Rama memilih untuk tiduran di kamarnya. Tak bergabung dengan kami. Sampai akhirnya, Dicky yang sekamar dengan Rama, lebih memilih tidur di karpet ruang tengah.

**

Sesuai kesepakatan tadi malam, hari ini kami berencana untuk jalan-jalan bersama. Meskipun hari minggu, kami kesulitan untuk bisa menghabiskan hari bersama seperti ini. Kami berenam, memang punya aktifitas lain di luar sekolah. Aku, Rama, Dicky dan Yoyon memilih untuk aktif di lembaga intra sekolah. Sedangkan Irvan dan Ahmad memilih aktif di lembaga ekstra sekolah. Rencana dadakan jalan-jalan ke pantai hari ini saja, membuat kami harus menunda agenda masing-masing. Hari ini saja, aku sudah berjanji dengan teman-teman  untuk memperbaiki majalah dinding. Tak apalah, sekali-sekali kita perlu untuk sekedar menyenangkan diri sendiri.

Akhirnya pada pukul sepuluh kurang lima menit, kami berangkat menuju pantai Juwana.Di Juwana terdapat Tempat Pelelangan Ikan. Sempat kami mengajak Rama ikut serta, tetapi ia enggan untuk ikut. Rama lebih memilih tinggal di kontrakan. “Biar saya di sini saja, jaga kontrakan. Khawatir kalau ada apa-apa”, jawabnya. Dengan tiga motor kami berangkat bersama-sama.

Memang, keluarga Rama termasuk keluarga kurang mampu. Rama bisa sekolah di SMK ini juga karena beasiswa. Uang kirimannya sangat terbatas, bahkan untuk makan sehari-hari saja kurang. Membeli buku adalah sesuatu yang sangat istimewa baginya. Untunglah, Irvan yang orang tuanya relatif berada, mempunyai sepeda onthel yang jarang ia pakai. Sepeda tersebut akhirnya ia berikan pada Rama, karena Irvan sendiri juga membawa motor. Bagi Rama, sepeda sudah lebih dari cukup. Dengan mempunyai sepeda, ia tak perlu mengeluarkan biaya transport ke kampus. Semenjak mengetahui kondisi keluarganya, kami tak pernah lagi meminta Rama untuk ikut urunan biaya listrik dan air bulanan.

**

Sekitar pukul setengah dua belas, kami sampai di Pantai Juwana. Hari ini sangat cerah. Hari ini pantai ini terlihat sangat penuh. Kami memutuskan untuk duduk-duduk terlebih dahulu di sisi barat pantai. Kurang lebih selama satu jam kami bermain-main layaknya anak kecil. Bodoh amat dengan komentar orang, yang penting hari ini memang kami gunakan untuk bersenang-senang.

Setelah kelelahan, kami memilih untuk memesan makanan di salah satu warung. Sembari makan, kami membicarakan tentang apa yang terjadi tentang Rama. Jujur saja, aku sendiri merasa risih dan kurang nyaman dengan sikap Rama akhir-akhir ini. Ternyata apa yang kurasakan tak jauh berbeda dengan apa yang dirasakan oleh teman-teman yang lain.

“Beberapa hari yang lalu, sebelum tidur, aku pernah coba tanya pada Rama. Kamu kenapa? Kok kelihatannya murung dan agak pucat?”, ucap Dicky. “Dia hanya menjawab. Nggak papa kok. Paling-paling cuma maag-ku lagi kumat. Sudahlah gak usah dipikirin. Ntar paling sembuh-sembuh sendiri. Udah ah, aku ngantuk banget.”, lanjut Dicky.

“Aku juga pernah tanya. Tapi yang gitu itu. Dia nggak ngomong apa-apa. Ditanya baik-baik, eh … dia malah mlengos. Kalau bukan temen sendiri udah aku damprat.”, tambah Irvan.

“Kelihatannya dia punya masalah. Tapi nggak mau ngomong ke kita. Mungkin dia minder atau sudah merasa nggak enak dulu sama kita. Kan semenjak kita tahu kondisi keuangannya, kita nggak pernah minta ke dia uang urunan listrik dan air.”, komentar Ahmad.

“Ya nggak bisa gitu, dong. Temen, ya temen. Kita kan sudah seperti keluarga sendiri. Kalau ada masalah, ya ngomong. Siapa tahu kita bisa bantu. Kayak sama orang lain saja.”, keluh Yoyon dengan sifat konyolnya sambil membenahi kacamatanya yang hampir jatuh itu. “Aku dulu pas waktu nabrak Reta, kan juga ngomong sama kalian. Akhirnya kita urunan untuk biaya rumah sakit Reta.”, tambah Dicky.

“Iya. Tapi kamu untung, kita-kita yang buntung. Kamu yang nabrak orang, kita yang ikutan kena getahnya. Udah gitu, yang ditabrak malah kamu jadiin pacar. Mrongos kita…”, timpal Ahmad. Kami pun tertawa.

Memang pernah pada suatu ketika. Dicky menabrak seorang gadis yang sedang menyeberang. Walau pelan, namun tak ayal membuat gadis tersebut tangannya patah. Karena waktu itu dalam kondisi mendesak, kami akhirnya memutuskan untuk urunan menutupi biaya operasi gadis tersebut. Sampai-sampai pada waktu itu Rama merelakan sebagian besar uang jatah bulanan dari beasiswanya. Memang gadis yang ditabrak Dicky wajahnya cukup manis bagi kebanyakan orang. Dengan alasan agar terlihat bertanggung jawab, Dicky sering menengok gadis yang ditabraknya itu. Gadis itu ternyata siswi bari di SMK TUNAS dan bernama Reta. Karena sering bertemu, lama kelamaan mereka berdua pun jadian. Kata orang, itu sengsara membawa nikmat.

Pembicaraan kami mengenai Rama pun berlanjut.
“Pokoknya,nanti malam kita harus sidang Rama ramai-ramai.”Kata Ahmad
“Ah kau ini.Emangnya Rama maling apa di sidang segala?”Bantah Dicky dengan sifat o’onnya itu.
Terlihat kasar memang, namun apa boleh buat. Hanya itulah alternatif penyelesaian yang tersisa”.Jelas Ahmad
“Ya udah,pulang yuk dah sore nih .Kasihan Rama di rumah sendirian.”Kata Yoyon
“Van,kamu kan orangnya berduit nih bayarin kita-kita dong!Kata Dicky
“Loh ini,kalau soal duit aja mintanya ma gue.”Kata Irvan sambil membuka dompetnya.
“Loh,uang aku kemana.Kok tinggal lima puluh ribu.”Kata Irvan terkejut
“Ah,,,yang bener loh.Lupa bawa kali.”Kata Ahmad seraya tak percaya
“Beneran kok,lihat nih.Aku kan biasanya uang aku taruh di dompet terus.”Kata Irvan
Ya udah,ni biar aku aja yang bayar.”Kata Yoyon,sambil membuka dompetnya ia pun terkejut karena uang di dalam dompetnya juga hilang.Akhirnya kami memutuskan untuk iuran dan segera pulang.
 Sebelum pulang tak lupa pula, lima kilogram ikan segar kami bawa sebagai oleh-oleh. Tentu bukan untuk untuk Reta, tetapi untuk Bu Ida, tetangga depan kami sekaligus pemilik rumah yang kami kontrak. Yang selama ini sudah kami anggap seperti ibu sendiri.

**

Bu Ida memang jago masak. Balado ikannya memang dahsyat. Tak terasa dua piring nasi sudah memenuhi perutku. Teman-teman yang lain juga sampai kekenyangan. Tinggal Rama saja yang belum mencicipi balado ikan Bu Ida. Bu Ida hanya senyam-senyum saja melihat kelakuan kami. Kebetulan waktu itu, Bu Ida mengajak kami makan di rumahnya. Beliau juga sempat menanyakan, mengapa Rama nggak ikut makan di tempatnya.

Seusai ngobrol sejenak, kami pun kembali ke kontrakan. Kelihatannya ini adalah waktu yang tepat untuk melaksanakan rencana kami tadi siang.Tapi setelah kita ke kamarnya ternyata Rama tidak ada di kamarnya.Kami masih kepikiran siapa yang akhir-akhir ini mengambil uang kita.
            “Mungkin gak sih,kalau yang mencuri uang kita Rama?”Kata Dicky penuh curiga
            “Ah gak mungkin.Mana mungkin Rma nyuri.”Kata Ahmad
            “Kan akhir –akhir ini Rama jarang sama kita,sekarang ngilang terus.Bisa jadi kan kalau yang nyuri itu dia.”Tambah Yoyon
Tiba-tiba hp Ahmad berbunyi yang ternyata itu adalah Rama.
            “Halo,ma.Kamu dimana?Kita cari-cari kamu dari tadi.”Kara Ahmad
            “Mad,tolong aku.Aku sekarang di kantor polisi,aku butuh kalian banget.Kalian kesini yah.”pinta Rama
            “Apa?Kenapa bisa begitu?”Kata Ahmad tak percaya
            “Ceritanya panjang.”Kata Rama
            “Kita akan segera ke sana.”Jawab Ahmad
            Ternya Rama telah tertangkap mencuri sebuah dompet seseorang ketika di swalayan.Kami berusaha membebaskan Rama.

“Ma, kita ini berteman walau nggak begitu lama, tapi juga nggak bisa dihitung sebentar.”Buka Irvan
“Bahasa kamu tajem banget sih,setajem silet.”canda Yoyon
“Ssssstt,serius...”Kata Ahmad

Kita ini sudah seperti keluarga. Masalah satu orang, juga merupakan masalah bagi yang lain. Kita ini saling bantu. Jujur, kami merasa risih dan nggak nyaman dengan sikapmu akhir-akhir ini. Walau kamu masih tetap menjalankan tugas piket harian, tapi bukan hanya itu yang kami minta. Dengan sikpamu selama ini kami merasa semakin nggak nyaman tinggal di sini. Kayak ada orang lain saja yang tinggal di sini. Selama beberapa hari ini, kalau kamu pergi juga nggak pernah bilang kemana, pulang jam berapa. Pulang-pulang juga begitu, masukin sepeda, trus langsung ke kamar, baca buku, nggak keluar-keluar seharian. Keesokan harinya juga begitu, sepulang dari loper koran, mandi, trus plas… ilang entah kemana. Kayak nggak ada orang lain aja di sini.”Kata Irvan

“Sebenarnya kamu ini kenapa? Ada masalah sampai kamu harus mencuri seperti tadi. Ngomong aja. Siapa tahu kita bisa bantu.”, tambah Ahmad.

Suasana berubah menjadi hening sejenak, Rama hanya bisa terdiam dan tertunduk lesu. Air mata terlihat mulai meleleh di pipinya. Dengan terbata ia menjawab, “Jujur, aku beberapa hari ini instropeksi diri. Aku merasa nggak enak dengan kalian. Selama ini aku nggak pernah ikut urunan bayar listrik dan air. Mungkin bagi kalian nggak papa, tapi aku merasa nggak enak. Trus kemudian beberapa hari yang lalu aku dapat kabar dari rumah. Tahun depan kelihatannya aku nggak bisa bayar kontrakan, karena nggak ada jatah dari orang tuaku. Uang jatah kontrakanku akan dipakai untuk biaya adikku yang mau masuk SMP. Aku bingung harus cari uang darimana untuk bayar uang kontrakan. Uang kiriman ditambah honor loper koran ditambah dengan jatah bulanan dari beasiswaku juga habis untuk makan sehari-hari. Sedangkan honor dari ngirim tulisan ke koran juga nggak tentu. Jujur, aku jadi bingung.”Jelas Rama sambil menangis

“Ma, kami semua tahu bagaimana kondisi ekonomi keluargamu. Kami sudah maklum dengan itu. Kalau memang kamu nggak bisa urunan lagi untuk bayar kontrakan tahun depan, ya sudah, nggak papa. Santai aja. Kita-kita nggak keberatan kalau harus menutupi bagianmu. Untuk tahun depan, kamu nggak bisa urunan nggak papa. Kamu tetap tinggal di sini. Ntar bagianmu biar aku yang tanggung.”, timpal Irvan.

“Jujur, Van. Aku makin nggak enak sama kamu. Sepeda yang aku pakai sehari-hari itu juga punyamu. Trus ini ditambah kamu bayarin jatah kontrakanku. Itu uang orang tuamu, bukan uangmu.”, elak Rama.

“Ma, uang itu cuman titipan dari Tuhan. Bukan orang tuaku atau aku yang punya. Kamu nggak usah merasa nggak enak begitu. Toh semenjak tinggal serumah dengan kamu aku juga banyak belajar dari kamu. Bagaimana caranya bisa hidup prihatin dan hidup hemat. Jujur saja, mungkin kalau nggak kenal kamu, mungkin tabunganku nggak akan pernah sebesar seperti sekarang ini. Dulu sewaktu aku SMP, aku boros banget. Sehari aku bisa menghabiskan seratus ribu hanya untuk nongkrong nggak jelas ngapain dengan teman-temanku. Sekarang uang segitu bisa aku buat hidup selama tiga-empat hari. Itu juga karena kamu yang ngajari aku. Mana yang benar-benar kebutuhan, mana yang hanya sekedar keinginan, bagaimana menentukan skala prioritas. Apa yang aku pelajari dari kamu itu, kalau diuangkan nggak bakalan bisa keitung. Toh uang kiriman dari ortuku juga berlebih.”, jawab Irvan.
            “Temen-temen aku minta maaf banget ma kalian,sebenarnya yang nyuri uang kalian selama ini itu aku.Maafin aku,aku memang gak pantes jadi temen kalian.”Kta Rama
            “Kita maklumin kok,seberapa besar kesalahan kamu,kamu tetep sahabat kita yang paling baik.Kami beruntung punya temen seperti kamu yang bisa apa arti hidup ini.”Kta Ahmad
Pembicaraan kamipun mengalir, terlihat Rama sudah mulai semakin tenang. Rama yang ceria sudah mulai terlihat kembali. Bersahabat bukanlah bisnis, yang bisa dihitung secara matematis, apakah kita untung atau rugi. Persahabatan takkan pernah bisa dihitung dengan uang. Bersahabat adalah hubungan antar manusia yang paling tulus, tanpa pamrih. Dengan sahabatlah kita berbagi suka dan duka, dari sahabatlah kita belajar tentang kehidupan.

Malam itu kami berenam melaluinya dengan nonton bareng pertandingan sepakbola antara Arsenal melawan Tottenham Hotspur, the derby of North London. Untuk kali ini gantian Ahmad dengan Yoyon yang bertaruh. Ahmad menjagokan Arsenal sedangkan Rifai merupakan penggemar berat Tottenham. Untuk kali ini, yang kalah bakalan dapat tugas masak untuk sarapan kita besok pagi. Suasana seperti inilah yang selalu kami inginkan sebagai sahabat.
 by: pipit larasati
Share this article :

0 komentar:

Posting Komentar

Terima Kasih atas Kunjungan

Sesuatu Tentang MA Roudlotusysyubban

Komentar Kita



 
Support : Sanggar Pacul | News Pati Voice | Toko Seni Murah
Copyright © 2013. MA ROUDLOTUSYSYUBBAN - All Rights Reserved
Template Created by Creating Website Developed by Kang Indra
Proudly powered by Blogger